Senin, 05 Maret 2012

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MENURUT MASLOW

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


Kebutuhan dasar manusia merupakan
unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan
keseimbangan fisiologi maupun
psikologis.

A. Faktor – faktor yang mempengaruhi
kebutuhan dasar manusia
1. Penyakit.
Jika dalam keadaan sakit maka
beberapa fungsi organ tubuh
memerlukan pemenuhan kebutuhan
lebih besar dari biasanya.
2. Hubungan keluarga.
Hubungan keluarga yang baik dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan
dasar karena adanya saling percaya.
3. Konsep diri.
Konsep diri yang positif memberikan
makna dan keutuhan bagi seseorang.
Konsep diri yang sehat memberikan
perasaan yang positif terhadap diri.
Orang yang merasa positif tentang
dirinya akan mudah berubah, mudah
mengenali kebutuhan dan
mengembangkan cara hidup yang
sehat sehingga lebih mudah
memenuhi kebutuhan dasarnya
4. Tahap perkembangan.
Setiap tahap perkembangan manusia
mempunyai kebutuhan yang berbeda,
baik kebutuhan biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual.

B. Kebutuhan dasar manusia menurut
Abraham Maslow
Abraham Maslow dilahirkan di
Brooklyn, New York, pada tahun 1908
dan wafat pada tahun 1970 dalam
usia 62 tahun. Abraham Maslow
dikenal sebagai pelopor aliran
psikologi humanistik. Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya
sebisa mungkin. Teorinya yang sangat
terkenal sampai dengan hari ini
adalah teori tentang Hierarchy of
Needs (Hirarki Kebutuhan).
Menurut Maslow, manusia termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, mulai dari yang paling
rendah (bersifat dasar/fisiologis)
sampai yang paling tinggi (aktualisasi
diri). Hierarchy of needs (hirarki
kebutuhan) dari Maslow menyatakan
bahwa manusia memiliki 5 macam
kebutuhan yaitu physiological needs
(kebutuhan fisiologis), safety and
security needs (kebutuhan akan rasa
aman), love and belonging needs
(kebutuhan akan rasa kasih sayang
dan rasa memiliki), esteem needs
(kebutuhan akan harga diri), dan self-
actualization (kebutuhan akan
aktualisasi diri).

1. Kebutuhan fisiologis (Physiological)
Jenis kebutuhan ini berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar
semua manusia seperti, makan,
minum, menghirup udara, dan
sebagainya. Termasuk juga kebutuhan
untuk istirahat, buang air besar atau
kecil, menghindari rasa sakit, dan seks.
Jika kebutuhan dasar ini tidak
terpenuhi, maka tubuh akan menjadi
rentan terhadap penyakit, terasa
lemah, tidak fit, sehingga proses untuk
memenuhi kebutuhan selanjutnya
dapat terhambat. Hal ini juga berlaku
pada setiap jenis kebutuhan lainnya,
yaitu jika terdapat kebutuhan yang
tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk
memenuhi kebutuhan yang lebih
tinggi.
2. Kebutuhan rasa aman dan
perlindungan (Safety and security
needs)

Ketika kebutuhan fisiologis seseorang
telah terpenuhi secara layak,
kebutuhan akan rasa aman mulai
muncul. Keadaan aman, stabilitas,
proteksi dan keteraturan akan menjadi
kebutuhan yang meningkat. Jika tidak
terpenuhi, maka akan timbul rasa
cemas dan takut sehingga dapat
menghambat pemenuhan kebutuhan
lainnya

3. Kebutuhan akan rasa kasih sayang
dan rasa memiliki (love and Belonging
needs)
Ketika seseorang merasa bahwa
kedua jenis kebutuhan di atas
terpenuhi, maka akan mulai timbul
kebutuhan akan rasa kasih sayang
dan rasa memiliki. Hal ini dapat
terlihat dalam usaha seseorang untuk
mencari dan mendapatkan teman,
kekasih, anak, atau bahkan keinginan
untuk menjadi bagian dari suatu
komunitas tertentu seperti tim
sepakbola, klub peminatan dan
seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka
perasaan kesepian akan timbul.

4. Kebutuhan akan harga diri (esteem
needs)
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan
di atas terpenuhi, akan timbul
kebutuhan akan harga diri. Menurut
Maslow, terdapat dua jenis, yaitu
lower one dan higher one. Lower one
berkaitan dengan kebutuhan seperti
status, atensi, dan reputasi.
Sedangkan higher one berkaitan
dengan kebutuhan akan kepercayaan
diri, kompetensi, prestasi,
kemandirian, dan kebebasan. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka
dapat timbul perasaan rendah diri
dan inferior.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (Self
Actualization)
Kebutuhan terakhir menurut hirarki
kebutuhan Maslow adalah kebutuhan
akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan
ini berkaitan erat dengan keinginan
untuk mewujudkan dan
mengembangkan potensi diri.
Menurut Abraham Maslow,
kepribadian bisa mencapai peringkat
teratas ketika kebutuhan-kebutuhan
primer ini banyak mengalami interaksi
satu dengan yang lain, dan dengan
aktualisasi diri seseorang akan bisa
memanfaatkan faktor potensialnya
secara sempurna.


Referensi :
1. Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan
Maternitas. Jakarta. EGC
2. Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam
keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
3. Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar
Ruangan Jakarta.
4. Engenderhealt. 2000. Infection
Prevention, New York.
5. JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran
Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan
Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
6. JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan
Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Dengan Sumber Daya
Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
7. Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar
Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
8. Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of
Nursing : Concepts, Prosess and
Practice : Sixth edition, Menlo Park,
Calofornia.
9. Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill
and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih
bahasa Ester Monica, Penerbit buku
kedokteran EGC.
10. Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar
Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

Selasa, 03 Februari 2009

Pijat Bayi

Manfaat Pijat pada Bayi

Terapi sentuh, terutama pijat menghasilkan perubahan fisiologis yang menguntungkan dan dapat diukur secara ilmiah, antara lain melalui pengukuran kadar cortisol ludah, kadar cortisol plasma secara radioimmunoassay, kadar hormone stress (catecholamine) air seni, dan pemeriksaan EEG (electro encephalogram, gambaran gelombang otak).

Efek Biokimia dan Fisik yang Positif

Efek biokimia yang positif dari pijat, antara lain:

- Menurunkan kadar hormone stress (catecholamine), dan

- Meningkatkan kadar serotonin.

Selain efek biokimia, pijatan memberikan efek fisis/klinis sebagai berikut:

- Meningkatkan jumlah dan sitotoksisitas dari system imunitas (sel pembunuh alami)

- Mengubah gelombang otak secara positif

- Memperbaiki sirkulasi darah dan pernafasan

- Merangsang fungsi pencernaan serta pembuangan

- Meningkatkan kenaikan berat badan dan Meningkatkan pertumbuhan

- Mengurangi depresi dan ketegangan

- Membuat tidur lelap dan Meningkatkan kesiagaan.

- Mengurangi rasa sakit

- Mengurangi kembung dan kolik (sakit perut)

Kolik atau sakit perut pada bayi ditunjukkan oleh bayi secara khas, yaitu dengan “tangis sakit” yang melengking.Secara teori penyebab kolik yang menonjol antara lain susunan saraf autonom yang tidak seimbang, adanya gangguan pada pertumbuhan mekanisme control tidur/bangun, atau gangguan interaksi antara orang tua dan bayi.kolik juga sering dihubungkan dengan adanya gangguan pada saluran pencernaan dan kesukaran makan.

Untuk mengurangi kolik ini dianjurkan untuk memijat bayinya pada waktu kolik berlangsung dan pada waktu menjelang tidur.Para peneliti juga menemukan bahwa bayi-bayi yang dipijat, interaksi dengan orang tuanya menjadi lebih positif, rasa gelisah berkurang, dan dapat lebih teratur tidur/bangunnya.

- Meningkatkan hungungan batin antara orang tua dan bayinya (bonding)

Sentuhan dan pandangan kasih orang tua pada bayinya akan mengalirkan kekuatan jalinan kasih diantara keduanya.Pada perkembangan anak, sentuhan orang tua adalah dasar perkembangan komunikasi yang akan memupuk cinta kasih secara timbale balik.Semua ini akan menjadi penentu bagi anak untuk secara potensial menjadi anak berbudi pekerti baik yang percaya diri.

- Meningkatkan volume air susu ibu

Sabtu, 31 Januari 2009

ESQ Perawat

Pentingnya ESQ bagi perawat dalaam manajemen konflik



“Hingga kini masih banyak perawat yang memuja kecerdasan intelektual yang mengandalkan kemampuan ber;ogika semata. Perawat merasa bangga dan berhasil mendidik anak, bila melihat anak-anaknya menpunyai nilai rapor yang bagus, menjadi juara kelas. Tentu saja hal ini tidak salah, tetapi tidak juga benar seratus persen. Karena beberapa penelitian justru menunjukan bahwa kecerdasan emosional, kecerdasan social dan kecerdasan spirituallah yang lebih berpengaruh bagi kesuksesan seorang anak”.



PERAWAT MEMASUKI ERA MULTIPLE INTELLEGENCY

Menurut Dr. Howard Garder, peneliti dari Harvard, pencetus teori Multiple Intelligence mengajukan 9 jenis kecerdasan yang meliputi:

1. Cerdas bahasa: cerdas dalam mengolah kata
2. Cerdas gambar: memiliki imajinasi tinggi
3. Cerdas musik: peka terhadap suara dan irama
4. Cerdas tubuh: trampil dalam mengolah tubuh dan gerak
5. Cerdas matematika dan logika: cerdas dalam sains dan berhitung
6. Cerdas sosial: kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain
7. Cerdas diri: menyadari kekuatan dan kelemahan diri
8. Cerdas alam: peka terhadap alam sekitar
9. Cerdas spiritual: menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta



Kecerdasan emosi terdiri dari kecakapan, diantaranya: intapersonal intelligence dan interpersonal intelligence. Intapersonal intelligence merupakan kecakapan mengenali perasaan kita sendiri yang terdiri dari: kesadaran diri (keadaan emosi diri, penilaian pribadi, dan percaya diri); pengaturan diri (pengendalian diri, dapat dipercaya, waspada adaptif dan inovatif); motivasi (dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimis). Sedangkan interpersonal intelligence merupakan kecakapan berhubungan dengan orang lain yang terdiri dari: empati (memahami orang lain, pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman dan kesadaran politis); keterampilan social (pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator, perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan koperasi serta kerja team).



Studi terhadap orang-orang yang sangat sukses menunjukan bahwa mereka juga memiliki cirri-ciri lain yang menonjol. Pertama, mereka mempunyai mimpi yang besar, tujuan yang jelas, dan teguh memegang mimpinya tersebut. Kedua, mereka tidak bekerja sendiria, mereka mampu memaafkan kekuatan yang ada di dalam dirinya maupun di sekeliling dirinya. Jadi, mereka mengembangkan dua kecerdasan lainnya sebagai pelengkap dari IQ-EQ-SQ. mereka mengembangkan kecerdasan yang disebut Kecerdasan Aspirasi (Aspiration Intelligence) dan Kecerdasan Kekuatan (Power Intelligence). Ternyata para oraang yang sukses mengembangkan lima kecerdasan dengan seimbang. Kelima kecerdasan ini kita sebut Kecerdasan SEPIA (Spiritual – Emotional – Power – intellectual – Aspiration).



Agar sukses dan bahagia, perawat memerlukan pengembangan kelima kecerdasannya. Sukses disini dalam arti yang luas, menyangkut financial, bisnis, karir, keluarga, kesehatan, pengembangan diri, kebahagiaan, dan semua tujuan yang berharga bagi manusia. Kelima kecerdasan ini merupakan refleksi dari karakter dan kompetensi. Kecerdasan aspirasi, spiritual, dan emosional mewakili karakter. Sedangkan kecerdasan intelektual dan pengelolaan kekuatan mewakili kompetensi.



APAKAH EMOTIONAL INTELLIGENCE ITU?

Kecerdasan emosional yaitu kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain dan kemampuan membin hubungan.



Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan haati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana haati dan menjaga agar beban stess tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin.



Kemampuan seorang perawat untuk bisaa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam oraang-orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-turan yang berlaku. Semua ini termasuk kunci keberhasilan bagi seorang perawat di masa depan.



EQ yang tinggi akan membantu seorang perawat dalam membangun relasi sosial dalam lingkungan keluarga, kantor, bisnis, maupun sosial. Bagi seorang perawat, kecerdasan emosional merupakan syarat mtlak. Lagi-lagi amat disayangkan, pendidikan kitaa miskin konsep dalam membantu mengembagkan EQ, bagi siswa maupun mahasiswa. Pelatihan EQ ini amat penting guna menumbuhkan iklim dialogis, demokratis, dan partisipatif karena semua menuntut adanya kedewasaan emosional dalam memahami dan menerima perbedaan. Pluralitas etnis, agama, dan budaya dialogis dan sikap empati.



BAGAIMANA CIRI PERAWAT YANG MEMILIKI EMOTIONAL INTELLIGENCE

Seorang perawat yang mempunyai kecerdasan emotional yang baik akan dapat dikenali melalui lima komponen dasar, yaitu:

1. self-awarenes (pengendalian diri)

mampu mengenali emosi dan penyebab dari pemicu emosi tersebut. Jadi, dia mampu mengevaluasi dirinya sendiri dan mendapatkan informasi untuk melakukan suatu tindakan.

2. self-regulation (penguasaan diri)

seseorang yang mempunyai pengendalian diri yang baik dapat lebih terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih berhati0hati. Dia juga akan berusaha untuk tidak impulsive. Akan tetapi, perlu diingat, hal ini bukan berarti bahwa orang tersebut menyembunyikan emosinya melainkan memilih untuk tidak diatur oleh emosinya.

3. self-motivation (motivasi diri)

ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi tidaak akan bertanya “apa yang salah dengan saaya atau kita?”. Sebaliknya ia bertanya “apa yang dapat kita lakukan agar kita dapaat memperbaiki masalah ini?”.

4. empathy (empati)

kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apaa yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi tersebut.

5. effective relationship (hubungan yang efektif)

dengaan adanya empat kemampuan tersebut, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan masalah bersama-sama lebih diteknkan dan bukan pad konfrontasi yng tidak penting yang sebenarnya daapat dihindari. Orang yang mempunyai tujuan yang konstruktif daalam pikirannya.



Seorang perawat yang tidak mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dpaat ditandai dengn hal-hal berikut: mempunyai emosi yang tinggi, cepat bertindak berdasarkan emosinya, dan tidak sensitive dengan perasaan orang lain. Orng yang tidak mempunyai kecerdasan emosional tinggi, biasanya mempunyai kecenderungan untuk menyakiti dan memusuhi orng lain. Dalam dunia kerja, orang-orang yng mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi sangat diperlukan, terlebih dalam tim untuk mencapai tujuan tertentu. Karenanya, orng tua dn para guru harus memupuk kecerdasan emosional sejak dini.

Para perawat dalam pekerjaan sehari-hari hamper selalu melibatkan perasaan dan emosi, sehingga setiap memberikan perawatan dituntut untuk memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Secara khusus, para perawat home care membutuhkan kecerdasan emosi yang tinggi karena mereka mewakili organisaasi, berinteraksi dengan banyak orang, baik di dalam mupun di luar organisasi dan berperan penting dlam memahami kebutuhan orang tau keluarga yang dirawatnya dan dapat memberikan solusi atau feedback yng konstruktif.

Kunci keberhasilan hidup lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emotional, yaitu aspek-aspek yang berkaitan dengan kepribadian, yang di dalamnya setidaknya ada empat cirri pokok. Pertama, kemampuan seseorang memahami dan memotivasi potensi dirinya. Kedua, memiliki rasa empati yang tinggi terhadap orang lain. Ketiga, senang mendorong meliht nk buh sukses, tanpa dirinya merasa terancam. Keempat, agresif, yaitu terampil menyampaaikan pikiran dan perasaan dengan baik, lugas, dan jelas tanpa harus membuat orang lian tersinggung.

Perawat dengan kemampuan emotional cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul. Melalui belajar kelompok dituntut untuk bekerjasama, megerti orang lain. Perawat merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Perawat ingin dicintai, ingin diakui, dan dihargai. Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendaapatkan tempat dalam kelompoknya. Jelas bahwa individualitas dan sosialitas merupakan unsure-unsur yang komplementer, saling mengisi dan melengkapi dalam eksistensi perawat.

APA YANG DIMAKSUD KECERDASAN SPIRITUAL (SPIRITUAL QUOTION)

Kecerdasan spiritual ialah suatu kecerdasan dimana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, serta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara efektif, baik Intelligence Quotient (IQ) maupun Emotional Intelligence (EI). Jadi, kecerdasan spiritual berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia dalam memberi makna. Perawat yang memiliki taraf kecerdasan spiritual tinggi mampu menjadi lebih bahagia dan menjalani hidup dibandingkan mereka yang taraf kecerdasan spiritualnya rendah. Dalam kondisi yang sangat buruk dan tidak diharapkan, kecerdasan spiritual mampu menuntun manusia untuk menemukan makna.

Akhirnysmelalui kecerdasan spiritual manusia mampu menciptakan makna untuk tujuan-tujuannya. Hasil dari kecerdasan aspirasi yang berupa cita-cita diberi makna oleh kecerdasan spiritual. Melalui kecerdasan spiritual pula manusia mampu tetap bahagia dalam perjalanan menuju teraihnya cita-cita. Kunci bahagia adalah kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual (SQ) berkait dengan masalah makna, motivasi, dan tujuan hidup sendiri. Jika IQ berperan memberi solusi intelektual-teknikal, EQ merekatkan jalan membangun relasi social, SQ mempertanyakan apakah makna, tujuan, dan filsafat hidup seseorang.



APA CIRI ORANG YANG MEMILIKI SPIRITUAL INTELLEGENCY

Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons, The Psychology of Ultimate Concerns: (1) kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan mental; (2) kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak; (3) kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari; (4) kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah; dan (5) kemampuan untuk berbuat baik.

Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. Perawat yang merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya mengalami transendensi fisikal dan mental. Ia memasuki dunia spiritual. Ia mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam semest. Ia merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan personalnya dalam salat malamnya, mendoakan kesembuhan luka kliennya, memulai tindakan dengan bismillah, mengisi waktu luang dengan sholat dluha, silaturahmi dengan keluarga klien.

Ciri yang ketiga, terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung. Perawat yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkan dengan makna kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual seperti teks-teks Kitab Suci atau wejangan orang-orang suci untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya, untuk melakukan definisi situasi. Pada saat ganti balutan ia mengingat bahwa jutaan mikroba sudah diciptakan Allah sebulum manusia mengetahui obatnya penicillin. Sebelum manusia lahir penicillinpun sudah diciptakan Allah. Jadi, tugas perawat adalah berupaya memaknai bahwa mencari karunia Allah dalam membantu meringankan beban klien.

Ketika seorang perawat diberitahu bahwa orang kantornya tidak akan sanggup menyekolahkannya, ia tidak putus asa. Ia yakin bahwa kalau oaring itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia akan diberi jalan. Bukankah Tuhan berfirman: “orang-orang yang sungguh-sungguh di jalan Kami, Kami akan berikan kepadanya jalan-jalan Kami”?

Karakteristik yang kelima: perawatmemiliki rasa kasih yang tinggi pada sesame makhluk Tuhan. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terima kasih, bersikap rendah hati menunjukan kasih saying dan kearifan, hanyalah sebagian dari kebajikan. Karakteristik terakhir ini mungkin disimpulkan dalam sabda nabi Muhammad saw: “amal paling utama ialah engkau masukkan rasa bahagia pada sesame manusia”>



BAGAIMANA MENINGKATKAN SQ KLIEN ATAU PERAWAT

Dengan pengertian di atas, berikut ini secara singkat kiat-kiat untuk mengembangkan SQ bagai perawat kita: (1) jadilah kita suri tauladan yang baik, (2) bantulah klien untuk merumuskan “missi” hidupnya, (3) baca Kitab Suci bersama-sama dan jelaskan maknanya dalam kehidupan kita, (4) ceritakan kisah-kisah agung dari tokoh-tokoh spiritual, (50 diskusikan berbagai persoalan dengan perspektif ruhaniah, (6) libatkan klien dalam kegiatan-kegiatan ritual keagamaan, (7) bacakan puisi-puisi atau lagu-lagu yang spiritual dan inspirasional, (8) ajak klien untuk menikmati keindahan alam, (9) bawa klien, keluarga atau anak ke tempat-tempat orang yang menderita, dan (10) ikut-sertakan anak dalam kegiatan-kegiatan social.



BAGAIMANA APLIKASI ESQ DALAM MANAJEMEN KONFLIK

Menurut Buchary A Rahman masalah pelayanan kepada klien dan cara perawat memenej konfliknya termasuk yang krusial yang mempengaruhi kemampuan perawat Indonesia masuk ke pasaran kerja Internasional. “contoh perawat Filipina, mereka merupakan perawat yang dicari di pasaran Internasional karena kemampuan melayani pasien dengan cara lebih memanusiakan pasien dengan kemampuan ESQ yang baik disamping karena factor kemampuan bahasa Inggris yang baik”. Sebab selain kecerdasan intelektual para perawat juga perlu memperhatikan kecerdasan emosional. “tak mudah putus asa, tak mudah marah, sabar, berbeda pendapat dengan santun, lebih mengacu pada santun, lebih mengacu pada solusi bukan pada konflik, merupakan contoh perawat yang mempunyai kecerdasan emosional”. Orang berobat ke Singapura atau ke Kucing bukan hanya karena tindakan medis di sana lebih baik, tetapi salah satu faktornya adalah karena sikap perawat di sana lebih familiar.

Menghadapi konflik-konflik yang muncul berbekal kemampuan ESQ seperti yang sudah dibahas sebelumnya dengan tahap sebagai berikut:

Seorang perawat yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik akan dapat dikenali melalui lima komponen, yaitu sebagai berikut:

1. pengenalan diri
2. penguasaan diri
3. motivasi diri
4. empati
5. hubungan yang efektif
http://mentalnursingunpad.multiply.com

Sabtu, 24 Januari 2009

Pneumioa

Pengertian

Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)

Penyebab
- Virus Influensa

- Virus Synsitical respiratorik

- Adenovirus

- Rhinovirus

- Rubeola

- Varisella

- Micoplasma (pada anak yang relatif besar)

- Pneumococcus

- Streptococcus

- Staphilococcus


Tanda dan Gejala
v Sesak Nafas

v Batuk nonproduktif

v Ingus (nasal discharge)

v Suara napas lemah

v Retraksi intercosta

v Penggunaan otot bantu nafas

v Demam

v Ronchii

v Cyanosis

v Leukositosis

v Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar


Jenis

Pneumonia lobular

Bronchopneumonia

Pengkajian

Identitas :

Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa

Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar

Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar

Riwayat Masuk

Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).

Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.

Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita

Pengkajian

1. Sistem Integumen

Subyektif : -

Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

2. Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng

Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

3. Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit kepala

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun

4. Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

5. Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan

6. Sistem genitourinaria

Subyektif : -

Obyektif : produksi urine menurun/normal,

7. Sistem digestif

Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare

Studi Laboratorik :

Hb : menurun/normal

Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal

Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

Rencana Keperawatan

1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru

Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis

Tujuan :

Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :

Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi

Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC

Laju nafas dalam rentang normal

Tidak terdapat batuk, cyanosisi, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis

Tindakan keperawatan

Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas

R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan

Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal

R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi

Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi

R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru

Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)

R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan

Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks

R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru

Lakukan suction secara bertahap

R : Membantu pembersihan jalan nafas

Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam

R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan

2. Defisit Volume Cairan b.d :

- Distress pernafasan

- Penurunan intake cairan

- Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam

Karakteristik :

Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.

Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :

Intake adekuat, baik IV maupun oral

Tidak adanya letargi, muntah, diare

Suhu tubuh dalam batas normal

Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020

Intervensi Keperawatan :

Catat intake dan output, berat diapers untuk output

R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output

Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line

R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan

Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu

R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan

Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam

R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum

Diagnosa lain :

1. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi

2. Perubahan rasa nyaman b.d sakit kepala, nyeri dada

3. Intoleransi aktivitas b.d distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam

4. Kecemasan b.d hospitalisasi, distress pernafasan

Referensi :

Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans, AddisonWesley Co. Philadelphia

posted by Iriyan Gunawan

Bagaimana Sarjana Keperawatan Kelak ????

Pembangunan bangsa adalah membangun manusianya, membangun manusia bukan hanya membangun raganya tapi juga jiwanya. Salah satu aspek yang ikut dibangun dalam pembangunan bangsa adalah pembangunan kesehatan, dan salah satu sub sistemnya adalah adalah keperawatan.

Kalau keperawatan dipandang sebagai suatu subsistem dari pembangunan kesehatan maka keperawatan harus ditempatkan pada suatu posisi yang sama dan sejajar dengan bidang lainnya, karena sedikit banyaknya pasti akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan bangsa ini, dan ini TIDAK PERLU DISANGKAL LAGI. Ada beberapa hal yang dapat kita tilik dari sisi awam tentang bagaimana peran perawat dan keperawatan seperti halnya dalam pelayanan kesehatan dirumah sakit, puskesmas, klinik-klinik swasta dan lain sebagainya yang sebenarnya menunjukkan peran perawat terhadap pembangunan bangsa, dan membuktikan bahwa kerja tim kesehatan itu ada dan saling ketergantungan satu sama lainnya. Dengan demikian seyogyanya tidak ada satupun profesi kesehatan yang memposisikan diri lebih baik dari yang lainnya.Baca selanjutnya

Perawat dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya sangat dituntut memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang baik yang dapat menunjang tindak prilaku profesionalnya . Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baik akan dapat diperoleh dalam lingkungan perguruan tinggi yang memiliki komitmen yang kuat untuk mencetak perawat yang profesional. Pertanyaannya adalah seberapa banyak perguruan tinggi yang memiliki komitmen seperti itu dan seberapa besar keinginan untuk mewujudkannya????

Dekade ini begitu banyak perguruan tinggi keperawatan yang berdiri dengan mekanisme yang ada. Perguruan tinggi ini tentunya memiliki andil dalam pembangunan bangsa utamanya dunia keperawatan untuk mencetak sumber daya keperawatan yang profesional, dan itu patut kita acungi jempol atas segala upayanya. Namun disatu sisi bahwa dengan maraknya perguruan tinggi keperawatan tersebut apakah sebanding dengan kualitas lingkup pendidikan yang disediakan untuk mencapai tujuannya??? Barangkali perlu ada lembaga independen yang dapat memberikan tolok ukur terhadap penyelenggaraan pendidikan keperawatan, layak atau tidak layak……………

Kenapa mesti demikian????Saya kira anda lebih mampu menjawabnya jika kita mencoba melibatkan nurani dan niat baik dalam memandang hakikat penyelenggaraan pendidikan keperawatan dan mencoba menerawang propektifitasnya, bukan hanya melihat kuantitasnya tetapi juga mempersiapkan kualitasnya.

Betapa menangisnya dunia pendidikan (khususnya pendidikan keperawatan), jika kita menyaksikan penyelenggaraan pendidikan yang begitu terseok-seok, mahasiswa kurang dibekali dengan ketrampilan karena peralatan yang kurang, input pengetahuan kurang karena perpustakaan yang tidak memadai, moralitas terabaikan karena pembinaan moral dan teladan yang kurang. Lantas akan berakhir seperti apa? Kita jangan menyerahkannya kepada alam untuk menyeleksinya tetapi marilah memperkokoh tatanan yang ada dengan mewarnainya dengan akhlaq yang mulia mulai dari pendirian, penyelenggaraan, sampai pada pengawasannya.

Jika tidak demikian, jangan melemparkan bola api jika kita menghasilkan sumber daya yang tidak kompetitif, tidak profesional, dan tidak berakhlaq. Karena walaupun dilemparkan, niscaya bola api ini akan membakar kita di neraka kelak.

Lantas bagaimana sarjana keperawatan kelak??? Silahkan anda menjawabnya masing-masing.

Senin, 29 Desember 2008

ALERGI MAKANAN

oleh; Ariyanto Harsono, Anang Endaryanto

BATASAN
Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Alergi makanan di masyarakat merupakan istilah umum untuk menyatakan reaksi simpang terhadap makanan termasuk di dalamnya proses non-alergi yang sebenarnya lebih tepat disebut intoleransi. Intoleransi makanan merupakan reaksi terhadap makanan yang bukan reaksi imunologik, misalnya reaksi toksik, reaksi metabolik, dan reaksi indiosinkrasi.
PATOFISIOLOGI
Faktor yang berperan dalam alergi makanan :
• Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
• Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
• Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
Alergen dalam makanan :
• Merupakan protein, glikoprotein atau polipeptida dengan besar molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan enzim proteolitik.
• Pada ikan diketahui allergen-M sebagai determinan. Pada telur ovomukoid merupakan alergen utama. Pada susu sapi betalaktoglobulin (BLG), alfalalaktalbumin (ALA), bovin serum albumin (BSA) dan bovin gama globulin (BGG) merupakan alergen utama dan BLG adalah alergen terkuat. Pada kacang tanah alergen terpenting adalah arachin, conarachin dan peanut-1. Pada udang dikenal allergen-1 dengan berat molekul 21.000 dalton dan Allergen-2 dengan berat molekul 200.000 dalton. Pada gandum yang merupakan alergen utama adalah: albumin, pseudoglobulin dan euglobulin
Terjadinya alergi makanan :
• Pada paparan awal, alergen dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya mengekspresikan pada sel-T. Sel-T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe.
• Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus,yang pada anak atopi cenderung terbentuk IgE lebih banyak.Selanjutnya terjadi sensitisai sel mast pada saluran cerna, saluran nafas dan kulit. Kombinasi alergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi pada IgE yang telah melekat pada sel mast atau komplek IgE-Alergen terjadi ketika IgE masih belum melekat pada sel mast atau IgE yang telah melekat pada sel mast diaktifasi oleh pasangan non spesifik, akan menimbulkan degranulasi mediator. Pembuatan antibodi IgE dimulai sejak paparan awal dan berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi. Komplemen akan mulai mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibodi.
• Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin mempunyai berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya komplek imun akan menarik netrofil.
• Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang ditimbulkannya.
• Bayi atopi juga mendapat sensitisasi melalui makanan alergenik yang terkandung dalam air susu ibu. Bayi-bayi dengan alergi awal terhadap satu makanan misalnya susu, juga mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembang menjadi alergi terhadap makanan lain.

GEJALA KLINIK/Symptom
Gejala klinis alergi makanan biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran nafas, saluran cerna, mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering kali sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan tertentu bisa menyebabkan gejala tertentu pada seseorang anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala lain. Pada seseorang makanan yang satu bisa mempunyai organ sasaran yang lain dengan makanan yang lain, misalnya udang menyebabkan urtikaria, sedangkan kacang tanah menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis. Bischop (1990) mendapatkan pada penderita yang alergi susu sapi : 40% dengan gejala asma, 21% eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan gejala alergi susu sapi berupa : urtikaria, angionerotik udem, pucat, muntah, diare, eksema dan asma.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
Diagnosis alergi makanan diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan secara akademis dipastikan dengan ”Double Blind Placebo Controlled Food Challenge”. Secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi terbuka ”Open Challenge”. Pertama-tama dilakukan eliminasi dengan makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderita atau orangtuanya atau dari hasil uji kulit. Kalau tidak ada perbaikan maka dipakai regimem diet tertentu.

Diagnosis dengan diet eliminasi
Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :
1. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan makanan-makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur, kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.
2. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.
3. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan makanan yang lain tidak diperkenankan.
4. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.
5. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderitanya sebagai poenyebab gejala alergi.
Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi ”carnaval” selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.
Periksaan Penunjang
• Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
• Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
• IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.

DIAGNOSA BANDING
• Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya.
• Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
• Reaksi psikologis.

PENATALAKSANAAN
Identifikasi alergen dan eliminasi :
• Diet eliminasi/provokasi adalah untuk diagnostik. Bila alergen telah diketemukan maka harus dihindari sebaik mungkin dan makanan-makanan yang tergolong hipoalergenik dipakai sebagai pengganti.
• Pada bayi dari keluarga atopik, disarankan menunda pemberian makanan makanan yang dikenal sebagai makanan alergenik utama, dengan cara :
o Eliminasi susu sapi sampai usia 1 tahun
o Eliminasi telur sampai usia 18-24 bulan
o Eliminasi kacang-kacangan dan ikan sampai usia 3 tahun
Pencegahan :
• Alergi tidak bisa disembuhkan, tapi dengan pencegahan yang efektif akan mengendalikan frekuensi dan intensitas serangan, penggunaan obat, jumlah hari absen sekolah, serta membantu memperbaiki kualitas hidup.
• Pemberian ASI sangat dianjurkan. Pada bayi yang melakukan eliminasi makanan dan mendapat ASI, maka ibu juga harus pantang makanan penyebab alergi. Dengan eliminasi sebelumnya, alergi susu sapi menghilang pada kebanyakan kasus pada umur 2 tahun. Untuk pengganti susu sapi dapat dipakai susu hidrolisat whey atau hidrolisat casein. Pilihan lain adalah susu formula kedelai, dengan harus tetap waspada terhadap kemungkinan alergi terhadap kedelai. Pada bayi yang menderita alergi makanan derajat berat yang telah menggunakan formula susu hipoalergenik, bila ingin melakukan diet provokasi dengan susu formula sapi, harus dilakukan dirumah sakit, karena jika gagal ada kemungkinan terjadi renjatan anafilaksis.
• Sayur mayur bisa dianjurkan sebagai pengganti buah, daging sapi atau kambing sebagai pengganti telur ayam dan ikan.
• Makan di restoran kurang aman dan dianjurkan selalu membaca label bahan-bahan makanan jika membeli makanan jadi.
• Desensitisasi pada alergi makanan tidak dilakukan sebab reaksinya hebat dan sedikit sekali bukti-bukti kerberhasilannya. Andaikata berhasil, selama desensitisasi penderita juga tetap harus menyingkirkan makanan penyebab serangan alergi itu.

Pengobatan
Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah ini :
Kromolin, Nedokromil.
Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan. Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin 5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes mata/hari. Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.
Glukokortikoid.
Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah : metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.
Beta adrenergic agonist
Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.
Metil Xantin
Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin dan teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.
Simpatomimetika
• Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam
• Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
• Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
• Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Leukotrien antagonis
LTC4 dan LTD4 menimbulkan bronkokonstriksi yang kuat pada manusia, sementara LTE4 dapat memacu masuknya eosinofil dan netrofil ke saluran nafas. Dapat digunakan pada penderita dengan asma persisten ringan. Namun pada penelitian dapat diberikan sebagai alternatif peningkatan dosis kortikosteroid inhalasi, posisi anti lekotrin mungkin dapat digunakan pada asma persisten sedang, bahkan pada asma berat yang selalu membutuhkan kortikosteroid sistemik, digunakan dalam kombinasi dengan xantin, beta-2-agonis dan steroid. Preparat yang sudah ada di Indonesia adalah Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam.
H1-Reseptor antagonis
H1 reseptor antagonis generasi kedua tidak ada efek samping CNS. Setirizin bisa digunakan pada anak mulai umur 1 tahun dan tidak ada efek samping kardiovaskular, dapat digunakan jangka lama. H1 reseptor antagonis generasi pertama efek antikolinergiknya dapat memperburuk gejala asma karena pengentalan mukus. Pada dosis tinggi efek samping pada CNS sangat membatasi penggunaanya dalam pengobatan asma. Beberapa penelitian membuktikan efektifitas. Difenhidramin diberikan dengan dosis 0,5 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam. CTM diberikan dengan dosis 0,09 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam. Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari. Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis,1 kali/hari. Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun : 30 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180 mg/hari, 4 kali/hari. Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5-11 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari. Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30 mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.

PROGNOSIS
Alergi makanan yang mulai pada usia 2 tahun mempunyai prognosis yang lebih baik karena ada kemungkinan kurang lebih 40% akan mengalami grow out. Anak yang mengalami alergi pada usia 15 tahun ke atas cenderung untuk menetap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sampson HA, Leung DYM. Adverse reaction to Foods. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds): Textbook of Pediatrics. 17th Ed Philadelphia, WB Saunders 2004. pp. 789-792.
2. Sampson HA. Food allergy. J Allergy Clin Immunol, 2004; 111 : S540-7.
3. American Academy of Pediatrics, Committee on Nutrition : Hypoallergenic infant formulas. Pediatrics 2000; 106 : 346-49.
4. Sicherer SH: Diagnosis and management of childhood food allergy. Curr Probl Pediatr 2001; 31 : 35-57.
5. Wahn U, Nickel R, Illi S, Lau S, Grubber C, Hamelmann E, 2004. Strategies for early prevention of allergic disorders. Clin Exp All Rev; 4 : 194-199.
http://ummusalma.wordpress.com/2007/02/17/alergi-makanan/

Minggu, 28 Desember 2008

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

PENDAHULUAN
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.

Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.

B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.

C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
1. Diagnosa Keperawatan
Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar (common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area adalah :
1. Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler.
2. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema.
4. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.
5. Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada kulit yang rusak.
6. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.
7. Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
8. Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan peningkatan rata-rata metabolisme.
9. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar, scar dan kontraktur.
10. Gangguan Gambaran Tubuh (Body Image) berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

Klien luka bakar mungkin dapat terjadi Diagnosa Resiko dari satu atau lebih Diagnosa keperawatan berikut :
1. Ketidakefektifan coping keluarga berhubungan dengan kehilangan rumah, keluarga atau yang lain.
2. Ketidakefektifan pertahanan coping individu berhubungan dengan situasi krisis.
3. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian, situasi krisis dan kehilangan pengendalian.
4. Takut berhubungan dengan nyeri, prosedur terapi dan keadaan masa depan yang tidak diketahui.
5. Kelebihan cairan berhubungan dengan pemberian cairan intra vena yang terlalu banyak.
6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan nyeri, kontraktur dan kehilangan fungsi pada ekstrimitas dan bagian tubuh lain.
7. Gangguan fungsi (disfungsi) seksual berhubungan dengan luka bakar perineum, genetalia, payudara, imobilisasi, kelelahan, depresi dan gangguan dalam gambaran diri (body image).
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, cara pengobatan dan lingkungan yang gaduh.
9. Isolasi sosial berhubungan dengan cara pengobatan dan perubahan dalam penampilan fisik.
10. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan gagal ginjal dan terapi obat.
11. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pengaruh luka bakar.

Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications. London.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1. Surabaya.

Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit Buku Kedokteran Egc, Jakarta